Tiga Hari yang Hilang
Tags: fiksi, thriller psikologis, misteri
SHORT STORY
Andhika Rafi Sunggoro
8/3/20252 min read


Aku terbangun di kamar yang bukan milikku.
Dindingnya berwarna krem kusam, bercak-bercak lembap di sudutnya seperti peta yang tak pernah kumengerti. Jendela di sebelah kanan terbuka sedikit, membiarkan udara dingin masuk bersama suara gerimis.
Di meja kecil dekat tempat tidur, ada segelas air yang sudah separuh habis. Gelasnya kotor di bagian bibirnya, seperti pernah dipakai orang lain.
Kepalaku berat, tengkuk nyeri, dan seluruh tubuhku terasa seperti baru saja berlari jauh. Aku mencoba mengingat: terakhir kali aku sadar, aku sedang makan malam di sebuah kafe bersama teman-teman kantor. Aku masih ingat sendok terakhir menyentuh piring, percakapan ringan yang mengalir, lalu… gelap.
Sekarang jam di dinding menunjukkan pukul 09.13.
Tapi yang membuatku benar-benar panik adalah tanggal di kalender kecil di meja: tiga hari lebih maju dari yang terakhir kuingat.
Tiga hari.
Hilang.
Tanpa jejak.
Aku merogoh saku jaket—yang bahkan bukan milikku—dan menemukan ponsel. Layar retak di ujung, baterainya tinggal 8%. Begitu dinyalakan, hanya ada satu pesan tak terbaca dari nomor tak dikenal:
"Jangan keluar sebelum jam 11."
Dompetku tidak ada. Semua kartu identitas hilang. Jaket yang kupakai kebesaran, dengan noda gelap di bagian pergelangan tangan—noda yang terlihat terlalu pekat untuk sekadar lumpur.
Aku berusaha membuka pintu. Terkunci dari luar. Aku mengetuk, memanggil, bahkan menendang, tapi tak ada jawaban. Lalu, dari celah jendela, seorang perempuan paruh baya lewat. Rambutnya diikat rapi, wajahnya lelah tapi matanya tajam.
Dia berhenti, menatapku lama, lalu menggeleng pelan.
Suaranya nyaris tak terdengar, tapi cukup jelas bagiku:
"Jangan keluar… mereka belum pergi."
Aku merinding.
Siapa mereka?
Dan kenapa perempuan itu seolah tahu aku akan mencoba keluar?
Aku kembali duduk di tepi ranjang, mencoba memaksa ingatan muncul. Potongan gambar mulai datang—lampu jalan yang berkedip, seseorang berlari di depanku, suara teriakan dari kejauhan, dan tangan asing menarikku ke dalam sebuah mobil.
Semua begitu kabur.
Yang jelas, sesuatu telah terjadi dalam tiga hari terakhir. Sesuatu yang membuat orang-orang memperingatkanku untuk tidak keluar. Sesuatu yang membuatku berada di sini, di ruangan asing, dengan tubuh yang masih bergetar.
Aku menatap jam. 09.27.
Masih satu jam tiga puluh tiga menit sebelum jam 11.
Entah apa yang akan terjadi setelah itu.
Tapi aku tahu satu hal: aku harus bertahan.
Karena di luar sana… aku belum siap tahu siapa mereka.