Nomor Tak Dikenal
Tags: fiksi, thriller, misteri, kehidupan sehari-hari
SHORT STORY
Andhika Rafi Sunggoro
9/7/20252 min read


Semua bermula dari satu panggilan telepon.
Nomor tak dikenal, masuk pukul 22.47 malam.
Aku tidak angkat.
Kupikir hanya salah sambung. Tapi malam berikutnya, telepon datang lagi. Nomor berbeda, tapi waktunya sama persis: 22.47.
Malam ketiga, panggilannya semakin aneh. Nomor berbeda lagi, tapi berhenti di detik ke-13.
Selalu sama.
Tidak peduli aku biarkan berdering atau kutolak, semuanya berhenti di angka itu.
Awalnya aku berusaha tidak peduli. Aku simpan ponsel dalam laci, kupasang mode senyap. Tapi tetap saja aku bisa merasakannya—getaran, cahaya layar menyala, seolah telepon itu tidak mau berhenti mencari perhatianku.
Malam keempat, aku akhirnya menyerah.
Aku angkat panggilan itu.
“Halo?” kataku dengan nada kesal.
Tidak ada jawaban.
Hanya suara napas pelan, dalam, dan berat.
Aku coba lagi, “Ini siapa?!”
Hening tiga detik.
Lalu terdengar suara lirih, seperti berbisik langsung ke telingaku:
“Kamu jangan keluar rumah… jangan lihat ke jendela.”
Aku langsung menutup telepon. Tangan gemetar, jantung berdegup terlalu cepat.
Kata-kata itu berputar di kepalaku berulang-ulang.
Tentu saja, rasa penasaran menang.
Aku justru mendekat ke jendela, perlahan membuka sedikit gorden.
Jalan kompleks sepi. Lampu jalan berkedip, suara jangkrik terdengar dari kejauhan.
Tapi tepat di bawah tiang listrik, aku melihat bayangan seseorang. Berdiri diam, tegak, tidak bergerak sedikit pun.
Aku buru-buru menutup gorden, menarik napas panjang.
Malam itu aku tidak bisa tidur.
Sejak kejadian itu, panggilan terus datang setiap malam. Nomornya selalu berbeda, tapi polanya sama: pukul 22.47, tiga kali berdering, selalu berhenti di detik ke-13.
Yang membuatku makin takut adalah lokasi yang muncul di layar ponsel.
Awalnya sekadar nama jalan asing: “Jl. Melati 14”, “Jl. Mawar 2”, “Jl. Anggrek”.
Tapi lama-lama semakin dekat.
Suatu malam muncul tulisan “Depan Minimarket”.
Malam berikutnya: “Gang Belakang RT 5”.
Dan semalam, untuk pertama kalinya aku terdiam lama menatap layar.
Lokasinya: “Rumahmu.”
Aku hampir meyakinkan diri bahwa ini hanya teror iseng. Tapi semakin kupikirkan, semakin logis rasanya kalau seseorang benar-benar mengawasi.
Aku ganti nomor, tapi tetap saja panggilan masuk.
Aku matikan ponsel, tapi anehnya, keesokan pagi ada log panggilan baru di riwayat.
Aku mencoba bercerita ke teman kantor. Mereka hanya tertawa. “Ah, lo kebanyakan nonton film horor.”
Aku pun diam.
Malam ini, aku duduk di kamar dengan lampu padam. Ponsel di meja, baterai tersisa 23%.
Pukul 22.47, dering itu kembali.
Tanganku gemetar saat menyentuh layar. Lokasi di bawah nomor asing itu membuat perutku mual.
Tulisannya jelas, seakan-akan diketik dengan sengaja:
“Di Belakang Kamu.”
Aku menoleh perlahan.
Dan baru sadar, gorden kamar sudah setengah terbuka.